NTB BANGKIT

Minggu, 04 September 2016

23 Episentrum

Novel kedua karya Adenita ini renyah banget. Lama tidak membaca novel macam ini. Novel yang tiap bab-nya seperti memiliki kisah sendiri atau dengan kata lain, Anda seperti membaca sebuah cerpen pada tiap bab-nya. Jadi gak ngebosenin.
Novel yang berkisahkan pergulatan hidup, karir, dan mimpi beberapa orang pemuda, dimana Matari sebagai karakter poros. Pun demikian, kisah pada tiap karakter dibuat gak pnyiar radio ini.
adat pada satu momen. Diramu apik oleh sang penulis, yang juga pe
Novel ini ditulis penuh sarat makna, terutama pasca klimaks kisah pada novel. Kalau mau disandingkan, novel ini mirip-mirip memilki pesan dan gaya penulisan yang sama dengan novel 5 cm.
Namun, novel ini memiliki kekurangan, kalau dilihat dari sisi moralitas berbahasa. Terutama, gak asyik bagi mereka yang Book-Reference-nya berkutat pada novel Islami. Sebab, novel ini khas gaya penulis metro-pop. Yang bahasanya, Jakartaah banget! Ada kata-kata kasar didalam dialog karakternya seperti kata; mo*yet, bahkan sun*al, dan sebagainya.
Novel ini pas banget bagi mereka yang sedang dalam mengintip karir atau munafik terhadap karirnya sendiri.
"Bukannya bumi itu berguncang (gempa), karena pengen seimbang" (salah satu kutipan dalam novel ini)
Episentrum: Titik pada permukaan bumi yang terletak tegak lurus di pusat gempa yang ada di dalam bumi.

Improvisasi Otto Hasibuan

Bang Otto, begitu sapaan akrab Otto Hasibuan di kalangan pengacara. Dia termasuk salah satu pengacara kakap di negeri ini.
Gw pernah mewawancarai pak Otto saat melantik pengurus Peradi Mataram (Persatuan Advokat Indonesia) di hotel Grand Legi Mataram , sekitar bulan Januari 2015 kalo gak salah.
Pak Otto, di mata gw, terutama saat melihat dia memberikan kata sambutan dan saat mewawancarai adalah pribadi yang ramah. Sebagai orang Batak, kelakarnya khas.
Selain itu pak Otto juga cerdas, terbukti dia pernah menjadi ketua umum Peradi, dan juga beberapa organisasi Internasional yang masih berkaitan dengan lawyer.
Kini, setahun lebih kemudian, gw kembali bertemu dengan pak Otto, tapi tidak secara langsung, bertatap muka dengan beliau di TV. 
Tidak lain, pak Otto menjadi kuasa hukum terdakwa JKW terkait kasus terbunuhnya si cantik almarhum Ni Wayan Mirna. Sidangnya seksi untuk diliput media terutama TV. Bayangkan kasus terbunuhnya Mirna ini disiarkan live sampai sejam lebih oleh TV One. Padahal JKW dan Mirna bukanlah pesohor di negeri ini.
Menyaksikan pak Otto dalam persidangan tersebut, gw rada eneg. Pertanyaan pak Otto berputar-putar. Improvisasinya menjebak, terutama ke ahli. Hal tersebut agar membingungkan ahli agar keterangannya kabur terutama bagi mereka yang memang tidak ahli dalam hal tersebut. Enegnya gw, sebab gw pernah bertemu dan berbicara langsung dengan pak Otto yang waktu itu penilaian gw terhadap pak Otto "begini", tetapi dalam sidang ini, pandangan gw jadi berubah jadi "begitu".
Gw pernah meliput berbagai agenda sidang di Pengadilan Negeri Mataram. Mulai dari sidang korupsi yang dramatis, atau entah itu pura-pura dramatis, pembunuhan, narkoba, dll. Tapi pengacaranya tidak se-wow pengacara dari Batak. Pengacara dari Batak, emosionalnya ada, kelakarnya juga dapet!
Apa gw menyalahkan pak Otto dan mendukung JKW sebagai pembunuh Ni Ayan Mirna? Iya gaklah. Gw gak kenal tu JK dan Mirna.
Nah, kemudian apakah pak Otto salah dengan caranya di persidangan tersebut? Tidak, tidak ada yang salah dengan cara pak Otto.
Hei, dalam sidang memang begitulah para pengacara. Itu asal kita mau tahu saja!
#menimati sidang drama Sianida