NTB BANGKIT

Kamis, 22 Desember 2011

“Getting 22 on 22 December| Refleksi”


“Sudah jangan belikan nenek yang beginian, besok kalo kamu udah punya kerja baru belikan nenek. Ga’ apa-apa kamu tidak bawa apa-apa kesini, mungkin kamu juga butuh untuk uang saku kuliah”
Aku hanya diam dan tersenyum, padahal makanan itu tidak seberapa harganya. Lamat-lamat dalam hati aku bersumpah untuk membelikannya sesuatu yang lebih berharga dari itu. Membelikan seorang nenek yang sudah beberapa lebaran ini aku tak menyalaminya.
Sayup-sayup terdengar do’anya sebelum aku pulang, do’a untuk keselamatanku, rezekiku, dan mungkin juga jodohku. Do’a seorang nenek dalam pembaringannya yang lusuh, yang juga sebagai tempat ia bersujud. Merinding aku mengamini-nya.
(sebuah memoar seseorang)

Selasa, 20 Desember 2011

"BEGUTU DI MASYARAKAT SASAK LOMBOK"

Bukan Gambarnya
Anda mungkin pernah melihat suatu tradisi atau kebiasaan unik disuatu daerah atau mungkin ditempat anda sendiri. Di Indonesia ini dengan keragaman suku, budaya dan lingkungan (environment) yang majemuk  tentunya hal-hal tersebut berpeluang untuk sering kita jumpai. Entah itu secara langsung ataupun tidak langsung. Nah, disini saya akan menceritakan sedikit salah satu kebiasaan unik di daerah saya, Lombok NTB yaitu begutu.
Bagi masyarakat suku sasak di lombok kebiasaan (tradisi) begutu ini merupakan hal yang menyenangkan. Begutu adalah dimana ada dua orang atau lebih saling mencarikan kutu dikepala, dan dengan “formasi” duduk berbanjar bertingkat-tingkat. Begutu biasa dilakukan kaum wanita terutama inaq-inaq/ibu-ibu di masyarakat kami, sambil ngobrol tentang hal apapun. Bagi kaum pria hal ini jarang dilakukan diantara kami. Namun sering juga para inaq-inaq di masyrakat kami meng-gutui anak laki-lakinya. Unik memang. “acara” begutu biasanya dilakukan jika sudah kedatangan kerabat dekat kerumah salah seorang kerabat yang lain atau dalam bahasa yang lain, bila sudah berkumpulnya para ibu-ibu. Mereka bisa melakukannya dimana saja, bisa di berugaq (tempat duduk-duduk sejenis lesehan khas lombok), di amben (teras) bahkan ditempat terbuka seperti halaman rumah.

Jumat, 02 Desember 2011

"Cinta is Nomaden"

image: google

Baru sepekan anak muda kelas dua High scool itu menempati sarang kost barunya berpindah dari sarang kostnya yang membosankan itu. Harapnya semoga kost kali ini menyenangkan dan bertemu dengan  pengalaman yang baik-baik. Seperti di lingkungan yang sudah-sudah, ia selalu cepat akrab dengan warga tempat barunya.
***
Malam itu adzan ‘isya belum berkumandang, bahkan papuq Ole, sang tetua pengayuh rakit itu pun belum habis dzikir ba’da maghribnya. Di lesehan wali kost dibawah pohon sawo yang penuh ayam beranak pinak itu Hatta ngobrol-ngobrol dengan sahabat barunya, Restu.

Entah pesona darimana dua gadis mendekati mereka secara tiba-tiba. Mereka sangat menawan, cantik khas gadis-gadis kota. Malam itu Hatta yang mengenakan sarung coklat ganepo-nya terpesona wajar, terutama pada gadis berambut sedikit bergelombang itu. Mungkin karena pandangannya tertumbuk lebih awal pada gadis itu. Ingin kenalan begitu katanya langsung.

“Okta” sapa gadis itu menjulurkan tangannya yang putih sembari senyumnya mengembang.

“Hatta” respon Hatta sedikit gugup tanpa senyum.

Melesat, ternyata bukan si gadis berambut sedikit bergelombang itu yang menghampirinya. Untuk Okta ini, sekilas cowok manapun pasti tak akan menolak gadis yang satu ini. Kata orang-orang kota, body seperti Okta ini yahuud, cantik parasnya, semampai, dan lentik bulu matanya. Iya si Okta ini. Tak berlebih, karena ia memang pernah mengikuti perhelatan model tingkat kota.