NTB BANGKIT

Sabtu, 22 September 2012

Anti AS?

Ingin memboikot produk-produk Amerika? Tidak suka kepada yang berbau-bau Amerika? Mengumpat bangsa Amerika?

Pertanyaannya:
  • Di Amerika, apakah tidak ada orang muslim?
  • Di Amerika, apakah tidak ada muslim Ahlussunnah wal jama’ah?
  • Di Amerika, apakah tidak ada orang yang lebih sering taddabur Al-Qur’an daripada kita?
  • Di Amerika, apakah tidak ada orang yang lebih sering sholat berjama’ah daripada kita?
  • Di Amerika, apakah tidak ada orang yang lebih sering bangun tengah malam tahajud daripada kita?
  • Di Amerika, apakah tidak ada muslim yang lebih sering puasa Senin-Kamis daripada kita?
  • Di Amerika, apakah tidak ada pengusaha muslim?
  • Di Amerika, apakah tidak ada muslim yang mendo’akan kita di setiap sholatnya?
  • Di Amerika, apakah tidak ada warganya yang justru lebih berani menentang Zinois Israel daripada kita, yang kita bisanya hanya berkoar di “kandang” saja? Apakah ada yang belum tahu bagaimana seorang wanita Amerika 23 tahun, Rachel Corrie dilindas buldoser Zionis Israel, lantaran menghadang tentara Zionis dari menghancurkan pemukiman warga Palestina? Lain orang lagi, penulis buku “Hebron Jurnal,”  Arthur G. Gish, yang berani menghadang tank tentara Israel, yang jarak antara moncong tank tentara Israel dengan batang hidungnya hanya beberapa meter saja. Apakah ada yang belum tahu?
  • Di Amerika, apakah tidak ada warga sipil yang juga tidak selaras dengan kebijakan pemerintahannya, sama seperti kita yang juga sering tidak selaras dengan kebijakan pemerintah kita sendiri?

# Selamat membenci Amerika! & Selamat beraktivitas di malam minggu. Semoga tidak ada aktivitas yang sedikitpun ada hubungannya dengan produk orang Amerika, dan hak cipta mereka ya!

Rabu, 19 September 2012

Orang Tua Durhaka


Selama ini kita mungkin masih kuat tertanam persepsi kalimat “anak durhaka.” Benarkah anak saja yang durhaka? Apakah tidak ada orang tua yang durhaka kepada anaknya? Saya pribadi mengatakan ada! Iya ada.

Apa Anda masih buta dengan kemerosotan moral anak-anak muda, remaja, yang sekarang masih SD saja tingkahnya macam bandit terminal saja. Selain dari sisi moral, lihat juga dari sisi pendidikan dan sosial mereka. Mereka menjadi anak-anak yang tak terurus, ada yang menjadi anak jalanan. Sungguh, demi Tuhan ini bukanlah salah si anak, Andalah sebagai orang tua yang membuat mereka durhaka, atau dengan kata lainnya orang tua lah yang sebenarnya durhaka.

Apakah anak saja yang durhaka? Tidak!

Sabtu, 08 September 2012

Aduhai Rinjani!

Hi, kali ini saya akan berbagi sedikit perjalanan saya yang mendadak ke Gunung Rinjani. Mau denger ga'? Ok, ga' ada yang jawab saya cerita semau saya aja deh. Hehhe.

Oiya, pertama-tama saya mau kasih tau dulu, kenapa saya bilang ini mendadak, gimana ga' saya dikejutkan oleh salah satu teman waktu itu sekitar jam 10 malam. Dia manggil-manggil gitu. Terus dia tanya, jadi ga' ikut ke Rinjani? Tanpa banyak pikir, saya iyakan. Karena besok kami berangkatnya pagi-pagi, kami 12 orang itu menginap di Rumah pak Mizan yang sebagai koordinator kecil-kecilan lah begitu.

Saya cerita secara picture story aja ye! Ok, Have enjoy.

1.

Ini pas kita baru berangkat dari Desa Senaru















2.
Nyampe' di Pelawangan Senaru aja udah bikin ngos-ngosan. Huh!


















3.
Sama bule, Peter asal Irlandia. Naik gunung saya jadi punya beberapa kenalan bule, salah satu yang paling ramah ya si Peter ini. Selain itu ada Nicholas dari Canada dan sepasang suami-istri Maaria dengan Ignatius dari Spanyol. Kenalan ma bule-bule ini juga karena terpaksa, coz disuruh ma temen-temen buat kenalan. Alasannya saya ini dari jurusan bahasa Inggris gitu. Alah! Disamping ada juga Amazing Papuq (kakek), kenapa saya bilang amazing, gimana ga' orang lari terengah-engah, lha dia lari caranya naik gunung. Swer, saya ga' bo'ong! Oiya, ini kalo ga' salah di posko pertama.






















4.
Nampak seorang keponakan dan dua pamannya akan menanjak pada puncak pertama. Kalo sudah sampai puncak yang itu, nah di baliknya (dibawahnya) itulah ada danau Segara Anak.



















5. Sampai photo lima aja dulu ya! ^^

 












Uuh dingiiiiin. Nampak di belakang-bawah kabut dan pinggiran pulau Lombok bagian utara. Ini sekitar pukul 06.30 waktu mau melanjutkan perjalanan ke Danau.

Rabu, 05 September 2012

Konfirmasi Dari Media Pressindo Yogjakarta


Sudah hampir dua bulan menunggu konfirmasi dari sebuah penerbit di Yogjakarta, Selama itu juga saya lumayan deg-degan menanti. Ah, bukan lumayan, tapi sungguh benar-benar sangat penasaran sekali. Karena, ini untuk pertama kalinya saya mengirim naskah langsung secara solo ke penerbit. Apalagi ini penerbit major. Dengan dua buku antologi fiksi yang sudah terbit secara indie melalui syaembara, dengan itu saya belumlah puas. Kemarin, ketika mencoba mengecek Email, nah ada Email dari pak Didik! Konfirmasi itu tertanggal 1 September 2012, kini jelas sudah nasib naskah saya.

Kali pertama menyelesaikan naskah solo non-fiksi pertama saya ini, saya begitu bangga dan tentu saja terharu. Bangga karena ada rasa tidak percaya bisa menyelesaikan sebuah naskah non-fiksi dan terharu karena…ah saya sungguh tidak tahu terharunya saya karena apa? Apa yang dikatakan orang-orang di luar sana, “Dimana ada kemauan di situ ada jalan,” saya betul-betul membuktikannya pada diri saya sendiri. hanya dalam waktu sebulan tiga hari naskah itu rampung saya tulis. Padahal ada beberapa tema naskah yang lebih awal saya tulis, namun sampai sekarang hasilnya nihil, saya tak kunjung ada “mood” untuk menyelesaikannya. Jawaban yang saya temukan, kenapa judul yang lebih awal saya tulis itu tak rampung-rampung? Iya, karena saya belum betul-betul telah siap dan “mau” menulisnya.

Ada semacam pertanyaan? Ko’ beraninya langsung ke penerbit major, kenapa tidak diterbitkan secara Indie saja dulu seperti teman-teman yang lain? Yang kini sudah wara-wiri dengan karya mereka masing-masing.

Pertama, dari awal niat saya sudah mengharuskan naskah ini harus diterbitkan oleh penerbit major. Kedua, adanya niat kebutuhan dari segi materi. Ketiga, saya ingin merasakan kata orang-orang apa itu “proses.” Keempat, saya heran kepada teman-teman yang naskahnya diterbitkan secara Indie, padahal kalau mau dicermati naskah mereka tidak kalah ko’ sama naskah yang diterbitkan secara major. Ini betul-betul saya cermati lho! Malah naskah yang diterbitkan secara major, banyak yang “asal-asalan,” banyak juga yang tidak memberikan manfaat. Kelima atau yang terakhir, melihat dari alasan dari nomor satu sampai tiga, kesimpulannya alasan yang terakhir adalah saya ini keras kepala (bukannya kepala emang keras…?).

Penulis amatiran seperti saya wajar antusias dan berbanggapede jugakarena saya telah konsisten menyelesaikan naskah yang berjumlah 80-an halaman tersebut.  Karena non-fiksi, tentu saja saya butuh sedikit riset. Rajin minjem buku di Perpustakaan Kota, ke Toko Buku (nyuri-nyuri baca dikit),  browsing internet. dan disinilah saya merasa menjadi seorang peneliti, tepatnya sok peneliti. Dan tentu saja lelah mikir! Padahal saya sangat sadar (teman juga sih bilang) saya orangnya tidak begitu rajinbahasa halus pemalas. Pun, jangankan untuk konsisten menulis, judul skripsi saya sampai sekarang saja masih iya judulnya tok, sama sekali sedikitpun belum diapa-apakan. Tahukah…ini mimpi saya semenjak saya jatuh cinta dengan dunia tulis-menulis ingin punya buku solo sendiri sebelum selesai kuliah. Sungguh, saya seribu kali lebih bangga mempunyai  buku populer dari pada merampungkan skripsi (yang entah kapan masanya akan dimakan rayap di rak almameter dan rak saya sendiri) saya.

Minggu, 02 September 2012

Natasha. Sebuah Bisnis Paling Kejam dan Paling Menguntungkan


Senyumnya penuh menggoda, lirikkan matanya penuh intrik gairah, tubuhnya memancing godaan syahwat. Dia dijuluki banyak sebutan, dari yang indah bermetafor sampai ke kata-kata yang kotor. “Kupu-kupu malam,” “wanita pengibur,” "Wanita panggilan," “Pekerja Seks Komersial,“ “pelacur,” “lonte,” “wanita jalang” dan lainnya adalah sebutan untuknya.

Sebelumnya, apa yang ada dalam pikiran Anda tentang seorang pelacur? Kebanyakan kita pasti berpikiran yang amat menjijikan akan mereka. Mereka adalah wanita paling kotor di dunia ini. Tetapi, pernahkah kita melihat lebih dalam dan jauh lagi dan bertanya, apa yang membuat mereka jatuh ke kubangan pekerjaan kelam tersebut?

Saya sendiri secara langsung belum pernah bertemu dengan para wanita seperti ini. Tapi, pengalaman wanita yang mau “melacurkan” dirinya secara gratis mah pernah juga. Sebagian besar dari kita pasti menyerap informasi tentang para kupu-kupu malam ini sangatlah berbau-bau tabu, erotis, dan seks semata. Berita dari mulut ke mulut yang hanya tahunya dari luarnya saja, keterbatasan literatur, tanpa studi kritis, dan tanpa hirau apa yang menyebabkan mereka terjerumus ke lembah nista tersebut, inilah yang menyebabkan pikiran kita terus terkungkung.

Karena penasaran dan tergerak untuk mengungkap praktek trafiking paling kejam inilah yang membuat seorang jurnalis dan penulis, Victor Malarek terjun langsung ke lapangan. Ia mengunjungi negeri-negeri dimana isu trafiking (perdagangan manusia) paling kesohor. Kebanyakan negara yang dilaluinya adalah negara bekas Uni Soviet. Ia menyamar sebagai seorang “pelanggan,” sampai melewati marabahaya dari ancaman para mafia. Hasil pengamatan dan perjalanannya inilah yang kemudian dia tulis dalam sebuah buku dan diberi judul Natasha. Natasha sendiri adalah panggilan para lelaki hidung belang kepada wanita-wanita penghibur cantik itu.