NTB BANGKIT

Selasa, 16 April 2013

UN, Terus?


::: UN, Terus?

Semua fenomena yang ditimbulkan UN dari tahun ke tahun adalah bukti bahwa kita memang bertempat tinggal di Indonesia. Bunuh diri, ritual-ritual konyol, stres tingkat na'udzubillah, bocoran jawaban, diskriminasi dari sisi tofografi dan fasilitas, lagi-lagi ini menandakan bahwa kita memang sedang berada dan hidup di Indonesia.

Adik-adik yang akan mengikuti pesta paling menegangkan urat syaraf---UN besok---ketakutan kalian adalah bukti bahwa kalian ingin menjadi orang yang berhasil meraih cita-cita.

Seandainya kalian tidak suka terhadap sistem UN, maka itu sinyal bahwa kalian harus melewatinya dan merubah sistem pendidikan kelak.

Seandainya kalian muak dengan menteri pendidikan yang sekolah hampir 22 tahun dari SD sampai S3-nya itu, itu pertanda bahwa kalian harus lulus UN dan menjadi menteri pendidikan kelak. Menjadi menteri pendidikan yang membuat syaraf siswa mengalir halus. Bukan malah membuatnya menjadi tegang.

Seandainya kalian tidak suka dengan anggota DPR yang membidangi masalah pendidikan, itu menandakan bahwa kalian harus lulus UN dan menggantikan orang-orang itu menjadi anggota DPR kelak.

Kalian sendirilah revolusi itu!
***
Sebuah cerita nyata dari seorang teman saya sendiri yang menceritakan masa-masa dia sekolah.

Adalah dia orang yang paling santai pikirannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan sekolah. Setiap selesai ujian, setiap pembagian rapor, setiap kenaikan kelas ia tidak peduli. Ia tidak peduli nilai yang didapatkannya berapa, ia tidak peduli berapa merahnya, dan ia tidak peduli ia naek kelas atau tidak, atau lulus sekolah atau tidak. Ia adalah tipikal orang yang santai. Namun, santainya bukan berarti ia tidak melakukan apa-apa, ia juga belajar sebelumnya, hanya saja ia adalah orang dengan pikiran yang merdeka. Nasib, nasibnya sendiri!

Hatta, walau pun sekarang ia bukan seorang pegawai, pejabat, anggota DPR, presiden, tapi ia penyelamat ekonomi keluarganya. Cerita mengenai pekerjaan apa saja yang pernah digelutinya, rasanya di sini tidak akan cukup. Intinya pendapatannya perhari dari tokonya sendiri bisa sampai 300-500 ribu. Ia masih muda belum kawin pula!
***
Apa pelajaran yang bisa diambil dari cerita tersebut? Pelajarannya, pelajaran bercerita, hehehe. Tidak perlu pusing-pusing mengambil hikmah. Intinya UN adalah seperseribusekian gigitan dari mozaik-mozaik hidup kalian.

Santai saja, hidup kalian adalah kalian sendiri yang menjalaninya. Bukan orang lain, apalagi pacar yang kalian impi-impikan tiap waktu itu. Mau ga' dia tuker nasib kalau kamu ga' lulus? Ops, bercanda. Ah, pokoknya santai merdeka dan belajar saja!

Rehat sejenak. Hei, belajar bahasa Inggris dengan nyanyi yuk! Ok, mulai!
UN, UN, UN artinya TIDAK, TIDAK, TIDAK, tralalala…
UN, UN, UN artinya TIDAK, TIDAK, TIDAK, tralalala…
***
“Nah itu, itu hasil pendidikan! Kalo lho ga’ berpendidikan lho ga’ akan tahu bahwa pendidikan itu tidak penting.” (Potongan dialog antara Buluk dengan Samsul, dalam film ‘Alangkah Lucunya Negeri Ini’)

#Selamat menghadapi UN! ^^

Selasa, 02 April 2013

Setidaknya Pernah Jatuh Dari Langit


    Gelap! Tapi, demi Tuhan, aku sadar, aku tadi terhempas sangat kuat, berdebam-debam. Sudilah kiranya untuk sejenak meraba-raba! Begini:
  Sebenarnya aku tak pernah segigitan kacang pun ingin meraba bintang. Ia terang, penyayang, hei ia pun serupa raut wajah seorang suami perantau yang merindu pulang. Ah, kau tahu itu!
   Pagi itu, tak ada asap, tak ada api, tiba-tiba seribuan burung Mob merubung diriku. Awalnya, satu Mob mencabut bulu-bulunya lalu dipasang pada tubuhku sedemikian rupa. Dua, tiga, empat, ratusan…ribuan lalu beramai-ramai burung Mob itu melakukan hal yang sama seperti kawannya yang pertama, mencabuti bulunya sendiri lalu dipasang pada tubuhku berupa-rupa.
    Kalau kau belum terlalu jelas, maka sini, mendekatlah, lebih dekat lagi, iya-iya, di sana saja! Siapa tahu kau takut dengan rupaku sekarang. Aku manusia setengah burung. Sayapku lebat benar-benar.
    Aku ingin terbang! Maka kukepakkan sayapku untuk yang pertama. Hihi, lucu, mirip, mirip sekali dengan anak burung yang baru belajar terbang. Mengepak, sedikit melompat, terangkat selengan tangan dengan bergetar-getar lalu jatuh. Berdiri lagi, mengepakkan sayap lagi, melompat, terangkat, lalu...ajaib tubuhku terangkat kini lebih dari selengan tangan, lebih, makin ke atas, dan makin meninggi. Tubuhku terus terangkat ke atas lebih jauh. Aku terasa ringan. Aku terbang dengan ratusan bulu-bulu dari burung Mob itu.
***
    Aku kini mengatasi gunung-gunung. Pada tempatku ini kulihat pemandangan alam yang luar biasa! Bumi terlihat hijau. Tapi di belahan sana, bumi terlihat hitam.
   Kukepakan sayap lagi lebih keras dan kencang. Maka ia melesat, melesat makin jauh. Makin jauh meninggi, bumi makin terlihat biru. Makin jauh ke atas, bumi terlihat makin menakjubkan. Makin melesat . . .demi Tuhan aku makin takut tak kuat.
   Tiba-tiba, udara kurasa teramat dingin. Sepertinya bulu-bulu burung Mob tak mampu menahan dinginnya udara ini. Tentu saja, mereka sendiri tak pernah sekali pun sampai pada titik seperti ini. Dingin itu membuatku makin ketakutan. Dingin itu membuat tubuhku sesak serasa ada tekanan, tak mampu ‘tuk bernapas dengan baik. Dingin itu menjalar, mengalir, seperti akan menyerang setiap semburat syaraf-syarafku. Namun, tubuhku tidak berhenti melesat terbang. Ia terus terbang, dan sekelilingku serasa berada di dimensi lain. Inikah langit? Tapi aku ingin ke bintang. Aku bisa melihat bintang lebih besar, bersinar, berkilau, tajam, menakjubkan, dan maha banyak di sini. Apakah ini jumlah bintang yang menurut para ilmuwan itu ada 200-500 milyar? Sedikit pun aku tidak tahu. Tetapi, ia sungguh-sungguh masih sangat jauh! Tapi aku ingin ke bintang. Bagaimana?
    Sesak, tekanan, dingin dan ketakutan itu ‘tak kuingat, yang kuingat hanya ini dimensi yang maha dahsyat. Dahsyat sekali! Lebih dahsyat dan indah daripada kau melihat ribuan mutiara berkilau-kilau yang tiba-tiba muncrat melayang ke udara dari dasar samudera pada pukul 5.50 menjelang sunset.
    Saat sayap ku kepakkan lagi pada sisa-sisa kekuatan demi menyentuh bintang … tiba-tiba bulu-bulu itu kaku, tubuhku layu, syarafku mati membeku. Ku yakin itu kepakkan sayapku yang terakhir. Aku tidak melesat ke atas lagi. Sedikit kusadari, aku kini melesat terjun, jatuh ke bawah. Whuuuuuuus…whuuuuuuuus…!
***
“Bermimipilah yang tinggi, tinggi menjulang sampai ke Langit, walaupun jatuh, setidaknya kita pernah jatuh dari Langit”