NTB BANGKIT

Rabu, 12 Oktober 2011

Analisa Perpolitikkan Indonesia Oleh Yang Bukan Pakar Politik

Suasana perpolitikan Indonesia makin kekinian makin kacau. Revolusi yang katanya mampu mengubah wajah perpolitikkan tanah air terbukti mandul. Politik yang berasaskan demokrasi yang konon katanya berpihak pada rakyat, namun kenyataannya malah makin melilit rakyat. Hal ini bisa dilihat di hampir setiap sektor; mulai dari eksekutif, yudikatif, dan legislatif semuanya kacau. Disini saya akan menyinggung sedikit perpolitikkan itu menurut pemahaman saya pribadi tanpa embel-embel teori para pakar politik.
 
Partai Politik dan Tujuannya

Tak pelak Indonesia adalah Negara dengan bilangan partai terbanyak. Bahkan mengalahkan Negara tempat faham demokratis itu sendiri muncul, Amerika Serikat, yang di Negara itu jumlah partai tidak lebih dari tiga saja. Begitpun dengan Negara-negara barat lainnya.

Indonesia dengan banyaknya tumbuh partai-partai mengindikasikan bahwa kita ini Negara dengan visi-misi berbeda walaupun semuanya tentu saja dengan tujuan yang sama, konon yakni supaya Indonesia makin baik. Kenapa bisa berbeda visi dan misi? Iyah bagaimana tidak, wong pikiran dalam masing-masing pendirinya berbeda.

Kerancuan Perpolitikan Kita (Eksekutif)

Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah iya jika satu pemerintahan akan berjalan dengan baik, demokratik, seimbang, transparansi, dan sejalan jika satu pemerintahan ini di menej oleh beragam orang dengan tunggangan partai berbeda? Silahkan di renungkan sejenak! Nah, kita sendiri tahu dalam kabinet pemerintahan kita di pimpin oleh presiden dengan menteri-menteri dari partai yang berbeda, yang kita sebut dengan koalisi/kontrak politik. Dimana presiden sebagai kepala Negara sekaligus juga menjadikan partainya menjadi partai ‘penguasa’ atas partai-partai yang lain. Jika jawabannya bisa, lalu kenapa antar sesama partai malah saling menjatuhkan saat kampanye atau saat-saat lainnya? Jangankan saat kampanye, saat sudah berkoalisi pun masih sempat terjadi perang dingin di antara mereka. Dan ini sangat lucu bagi saya dan orang-orang awam lainnya.
Saya sedikit punya solusi dalam hal ini supaya tidak terjadi keragaman tujuan dalam pemirintahan eksekutif maupun legislatif. Solusinya yaitu setelah menjabat sebagai pejabat eksekutif  maupun legislatif tolong putuskan segala hal dengan partai anda sebelumnya. Lebur diri anda-anda menjadi satu alat, satu tujuan yang mulia, satu pola, dan satu tubuh yakni hanya sebagai pemerintah Indonesia atas nama rakyat, bukan atas nama partai yang anda usung! Ini mau saya. Boleh?

Kerancuan Perpolitikkan Kita (Legislatif)

Jika mengkritik eksekutif maka yang paling tepat untuk kita kritik sebenarnya adalah lembaga yang satu ini, legislatif, alias anggota-anggota dewan rakyat kita di senayan sana. Dari hasil survey memang lembaga satu ini lebih masuk black list-nya rakyat. Dimana korupsi, tak becus, asal-asalan, numpang nama, dan segala hal yang tidak jelas sudah ada di lembaga yang konon katanya sebagai penyambung lidah rakyat ini. Mau data? Tonton aja televisi disana terhidang data-datanya mulai dari yang sengaja di ‘abu-abu’kan sampai yang dibuka terang-terangan!

Kerancuan dalam parlemen ini sama saja dengan di eksekutif, sama-sama anggotanya mengusung nama partai dan tentunya mensejahterakan diri mereka pribadi. Sedikit contoh; yang membuat UU itu kan DPR, nah liat saja yang melanggar UU itu sendiri siapa? Iya, tak sedikit dari mereka sendiri yang melanggarnya. Kenyataan yang lain, jika dalam eksekutif ada yang salah maka si legislatif akan memberondongnya habis-habisan, apalagi bila mereka berbeda partai. Contoh lainnya, sesama anggota dewan malah saling mencaci maki dengan kata-kata yan kasar pada saat sidang. Ada juga, saat orang sedang rapat paripurna, eh malah dia rapat pari'porno'. Apa orang-orang seperti ini yang kita beri amanah untuk mewakili kita dan sebagai pembuat UU? Marabahaya!

Untuk legislatif saya juga punya solusi, khususnya ini himbauan sebelum mereka menjadi calon anggota DPR! Begini, bagaimana kalau anggota DPR itu tidak di gaji saja (seperti di beberapa negara DPR tidak di gaji hanya di beri fasilitas). Nah, kalau sudah begini, jadi kita tahu mana anggota DPR yang benar-benar bicara atas nama rakyat untuk menjadi DPR, secara mereka saya yakin pasti mikir seribu kali dulu untuk ngabisin duit untuk dana kampanye atau pun dana nyogok. Ide saya ini saya pikir wajar, wong mereka kan wakil rakyat tho?

Oiya, katanya Aa Gym, kalau ingin melihat calon pejabat yang ingin anda pilih, lihat dulu tetangganya. Kalau tetangganya saja tidak mereka perhatikan apalagi rakyat banyak!
PSSI bagaimana?

Organisasi olahraga terbesar dan bergengsi ini kini tak luput dari incaran para "tikus-tikus" yang tak pernah puas. Lihat saja tapuk pimpinan organisasi ini di duduki orang-orang yang juga dari partai. Beberapa bulan terakhir organisasi ini mendapat sorotan yang luas dari publik. Masalah yang membelit di tubuh organisasi ini tak kunjung menemui ke"jernih"an. Lihat saja, kasus si Nurdin Halid dan beberapa kejanggalan-kejanggalan pada PSSI ini.

Baiklah, saya yang bodoh atau entahlah? begini kenapa harus mengangkat orang yang secara hukum mantan napi dan pernah terjerat kasus korupsi yang harus di angkat menjadi pejabat? seperti si NH. Dan lucunya juga yang menjabat sebagai orang-orang di kursi kepemimpinan adalah orang-orang yang ga' nyambung dengan background-nya. Orang yang dari latar belakang ko' di beri pegang olahraga, nyambung ga'? contohnya saja sekarang yang menjabat sebagai ketua PSSI dari latar belakang akademik bergelar professor segala. Ada juga dari militer. Menjamin tidak? Walaupun tak menampik mereka kaya akan pengalaman berorganisasi, namun bukankah memberi amanah kepada yang memang ahli dan cinta akan bidang tersebut itu lebih 'mulia'?

Ini sedikit curhatan kegalauan hati saya selama ini pembaca. Silahkan mari kita diskusikan! MERDEKA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar