Ada dua
orang artis dulu yang bisa dibilang saya tidak sukai, namun sekarang saya balik
mengagguminya. Mereka adalah Agnes Monica dan satunya lagi Dedy Corbuzier.
Entahlah, alasan saya dulu tidak menyukai
dua orang ini. Tapi, bagi saya dulu, Agnes Monica ini gambaran pribadinya
sombong. Dan untuk si Pesulap beken Dedy Corbuzier, saya tidak suka karena
menurut saya keterlibatannya dalam dunia sihir. Itu yang ada dalam pikiran saya
dulu. Padahal saya tidak pernah sekalipun makan malam bareng dengan mereka.
Betapa bahayanya menilai seseorang!
Akhir tahun 2011 mungkin awal penilaian
terbalik saya terhadap dua orang ini. Agnes Monica dengan mimpi go
International, plus jalan kreatifnya dan Dedy Corbuzier dengan Hitam Putih-nya.
Agnes Monica kita lewatkan dulu dia, yang akan saya share adalah sosok Dedy
Corbuzier.
Bayangkan! sudah berpuluh tahun Dedy
Corbuzier beken di negeri ini, saya baru respek sama dia sekarang-sekarang. Ndeso bukan?
Kenapa saya bisa respek? Ini gara-gara
seringnya dia menjadi Host di beberapa acara televisi, khususnya program
Hitam-Putih.
Tidak tahu, saya melihat sosok Dedy
Corbuzier ini ketika berkomunikasi dan berbicara terlihat sekali bahwa dia
orang yang cerdas dan wawasannya yang luas. Di samping itu selera humornya juga
bagus, buyar sudah imej sihir-sihir yang dulu saya judge padanya itu.
Saya suka dengan caranya berkomunikasi,
bertanya, dan memancing lawan bicaranya. Pilihan katanya tepat walau terlihat
agak berani, namun itulah yang saya sukai. Dengan pilihan kata yang tepat
ditambah selipan-selipan pengalaman dan pengetahuannya, makin suka saja saya
mengamati gaya berkomunikasinya. Mengamati? Iya, maklum saya dari Jurusan
Bahasa kawan.
Ada hal lain yang menarik juga buat saya
kalau menonton Hitam-Putih, kalau Anda juga memperhatikannya, yakni dua buah
buku bercorak hitam yang tergeletak di atas meja Dedy Corbuzier di acara Hitam
Putih.
Bagi saya buku dengan cover berwarna hitam
adalah buku yang mewah, dan misterius. Apalagi ada sedikit kombinasi warna
gold-nya. Makin penasaran saja sama buku yang begini. Nampak semacam buku yang
ditujukan hanya untuk orang-orang tertentu saja. Makanya suatu hari saya ke
toko buku terus ketemu buku berwarna full hitam dengan sedikit kombinasi warna
lain, dengan uang yang pas-pasan saya rela membelinya. Judulnya “The 50th
Law” karya Robert Greene. Buku yang
lumayan tebal, tebalnya hampir seperti buku “La Tahzan.”
Berawal dari Hitam Putih inilah akhirnya
saya mencari tahu siapa sebenarnya sosok Dedy Carbuzier. Dari penulusuran saya
yang memakan biaya berdollar-dollar (canda), ternyata selain sebagai pesulap
special mentalist, dia juga adalah seorang penulis, sama seperti saya. Bedanya
saya penulis status, kalau dia mah penulis buku beneran. Hahaha!
Bla, bla, bla akhirnya saya dapatkan juga
salah satu tulisannya yang berjudul: MANTRA. Awalanya saya pikir ini pasti
berisi tentang mantra-mantra dan trik si Dedy dalam aksi sulapnya. Ah
benar-benar penyihir. Oopz, ternyata dugaan saya meleset hampir 100 persen,
karena isi buku ini semuanya tidak ada yang berhubungan dengan dunia sihir dan
sejenisnya. Isinya bisa dibilanng murni menggunakan pendekatan ilimah,
Psikolinguistik dan psikologis.
MANTRA itu kata-kata. Sesuai dengan
judulnya, buku MANTRA ini membahas tentang bagaimana berkomunikasi dan
menggunakan komunikasi itu sendiri. Ada apa dibalik sebuah permainan kata-kata?
Betapa dahsyatnya sebuah kata-kata. Betapa kata-kata bisa mempengaruhi orang.
Hanya dengan kata-kata sebuah Negara bisa hancur. Hanya dengan kata-kata orang
bisa menjadi kaya raya dan miskin sengsara. Lalu kita juga di beri
contoh-contoh yang bagus di dalamnya. Dengan kata-kata juga Dedy menjadi
seorang Mentalist. Asyiknya juga, didalam MANTRA ini di suguhkan beberapa
cerpen karya Dedy sendiri, yang ditujukan untuk kita berimajinasi lalu masuk,
mengendap dan terperangkap. Luar biasa! Dan semuanya melalui pendekatan ilmiah,
yang berhubungan langsung dengan fungsi otak, mata, alat indera dan lainnya.
Selain itu dibuku ini juga berisi sedikit tentang
perjalanan hidup Dedy Corbuzier. Bagaimana dia berasal dari keluarga yang tidak
mampu, kecintaannya terhadap seni sulap. Bagaimana dia membiayai kuliahnya
sendiri, ditolak berbagai pihak untuk melakukan pertunjukan. Sampai bagaiamana
rasanya dibayar aksi hanya dengan uang 50 ribu. Akhirnya, penasaran saya
terhadap buku hitam yang tergeletak di atas meja Hitam Putih itu sekarang agak
mereda.
_____
Saya jadi menghubung-hubungkan buku MANTRA
ini dengan MANTRA yang sesungguhnya kita kenal. Dimana mantra itu mempunyai
makna yang sakral, sakti dan bertuah, lebih-lebih pada agama tertentu. Setelah
membaca MANTRA-nya Dedy Corbuzier ini saya berpikir, kita semua bisa
menciptakan mantra sendiri. Iya, kita bisa membuat “MANTRA” sendiri, “MANTRA”
tanpa aspek mistik.
Ah,
pokoknya saya sangat menganjurkan buku MANTRA ini dibaca oleh orang yang ingin
menjadi penulis, psikolog, trainer dan bahkan semua profesi. Anjuran spesial
untuk Anda! Iya, Anda! Ini penting, sebab MANTRA IS COMMUNICATION, AND
COMMUNICATION IS WHAT HUMAN BEING NEED TO SURVIVE.
Menutup tulisan
ini saya kutip kata-katanya Romy Rafael, seorang hypnotist, di kata pengantar
buku MANTRA ini:
“Saya harap
ini adalah buku terakhir, dan tak ada lagi buku yang membahas topik ini. Karena
saya tidak ingin rahasia ini diketahui banyak orang.”
[kalau sekarang
setelah membaca tulisan ini Anda sangat ingin membaca buku MANTRA, berarti
MANTRA saya alias tulisan saya ini tokcer. wkwkwk]
SELAMAT BERBURU BACAAN-BACAAN BERKWALITAS!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar