NTB BANGKIT

Rabu, 25 Juli 2012

Mengikat Makna: Mantra


Ada dua orang artis dulu yang bisa dibilang saya tidak sukai, namun sekarang saya balik mengagguminya. Mereka adalah Agnes Monica dan satunya lagi Dedy Corbuzier.
     Entahlah, alasan saya dulu tidak menyukai dua orang ini. Tapi, bagi saya dulu, Agnes Monica ini gambaran pribadinya sombong. Dan untuk si Pesulap beken Dedy Corbuzier, saya tidak suka karena menurut saya keterlibatannya dalam dunia sihir. Itu yang ada dalam pikiran saya dulu. Padahal saya tidak pernah sekalipun makan malam bareng dengan mereka. Betapa bahayanya menilai seseorang!
     Akhir tahun 2011 mungkin awal penilaian terbalik saya terhadap dua orang ini. Agnes Monica dengan mimpi go International, plus jalan kreatifnya dan Dedy Corbuzier dengan Hitam Putih-nya. Agnes Monica kita lewatkan dulu dia, yang akan saya share adalah sosok Dedy Corbuzier.
     Bayangkan! sudah berpuluh tahun Dedy Corbuzier beken di negeri ini, saya baru respek sama dia sekarang-sekarang. Ndeso bukan?
     Kenapa saya bisa respek? Ini gara-gara seringnya dia menjadi Host di beberapa acara televisi, khususnya program Hitam-Putih.
     Tidak tahu, saya melihat sosok Dedy Corbuzier ini ketika berkomunikasi dan berbicara terlihat sekali bahwa dia orang yang cerdas dan wawasannya yang luas. Di samping itu selera humornya juga bagus, buyar sudah imej sihir-sihir yang dulu saya judge padanya itu.
     Saya suka dengan caranya berkomunikasi, bertanya, dan memancing lawan bicaranya. Pilihan katanya tepat walau terlihat agak berani, namun itulah yang saya sukai. Dengan pilihan kata yang tepat ditambah selipan-selipan pengalaman dan pengetahuannya, makin suka saja saya mengamati gaya berkomunikasinya. Mengamati? Iya, maklum saya dari Jurusan Bahasa kawan.
     Ada hal lain yang menarik juga buat saya kalau menonton Hitam-Putih, kalau Anda juga memperhatikannya, yakni dua buah buku bercorak hitam yang tergeletak di atas meja Dedy Corbuzier di acara Hitam Putih.
     Bagi saya buku dengan cover berwarna hitam adalah buku yang mewah, dan misterius. Apalagi ada sedikit kombinasi warna gold-nya. Makin penasaran saja sama buku yang begini. Nampak semacam buku yang ditujukan hanya untuk orang-orang tertentu saja. Makanya suatu hari saya ke toko buku terus ketemu buku berwarna full hitam dengan sedikit kombinasi warna lain, dengan uang yang pas-pasan saya rela membelinya. Judulnya “The 50th Law” karya Robert Greene.  Buku yang lumayan tebal, tebalnya hampir seperti buku “La Tahzan.”
     Berawal dari Hitam Putih inilah akhirnya saya mencari tahu siapa sebenarnya sosok Dedy Carbuzier. Dari penulusuran saya yang memakan biaya berdollar-dollar (canda), ternyata selain sebagai pesulap special mentalist, dia juga adalah seorang penulis, sama seperti saya. Bedanya saya penulis status, kalau dia mah penulis buku beneran. Hahaha!
     Bla, bla, bla akhirnya saya dapatkan juga salah satu tulisannya yang berjudul: MANTRA. Awalanya saya pikir ini pasti berisi tentang mantra-mantra dan trik si Dedy dalam aksi sulapnya. Ah benar-benar penyihir. Oopz, ternyata dugaan saya meleset hampir 100 persen, karena isi buku ini semuanya tidak ada yang berhubungan dengan dunia sihir dan sejenisnya. Isinya bisa dibilanng murni menggunakan pendekatan ilimah, Psikolinguistik dan psikologis.
     MANTRA itu kata-kata. Sesuai dengan judulnya, buku MANTRA ini membahas tentang bagaimana berkomunikasi dan menggunakan komunikasi itu sendiri. Ada apa dibalik sebuah permainan kata-kata? Betapa dahsyatnya sebuah kata-kata. Betapa kata-kata bisa mempengaruhi orang. Hanya dengan kata-kata sebuah Negara bisa hancur. Hanya dengan kata-kata orang bisa menjadi kaya raya dan miskin sengsara. Lalu kita juga di beri contoh-contoh yang bagus di dalamnya. Dengan kata-kata juga Dedy menjadi seorang Mentalist. Asyiknya juga, didalam MANTRA ini di suguhkan beberapa cerpen karya Dedy sendiri, yang ditujukan untuk kita berimajinasi lalu masuk, mengendap dan terperangkap. Luar biasa! Dan semuanya melalui pendekatan ilmiah, yang berhubungan langsung dengan fungsi otak, mata, alat indera dan lainnya.
     Selain itu dibuku ini juga berisi sedikit tentang perjalanan hidup Dedy Corbuzier. Bagaimana dia berasal dari keluarga yang tidak mampu, kecintaannya terhadap seni sulap. Bagaimana dia membiayai kuliahnya sendiri, ditolak berbagai pihak untuk melakukan pertunjukan. Sampai bagaiamana rasanya dibayar aksi hanya dengan uang 50 ribu. Akhirnya, penasaran saya terhadap buku hitam yang tergeletak di atas meja Hitam Putih itu sekarang agak mereda.
_____
     Saya jadi menghubung-hubungkan buku MANTRA ini dengan MANTRA yang sesungguhnya kita kenal. Dimana mantra itu mempunyai makna yang sakral, sakti dan bertuah, lebih-lebih pada agama tertentu. Setelah membaca MANTRA-nya Dedy Corbuzier ini saya berpikir, kita semua bisa menciptakan mantra sendiri. Iya, kita bisa membuat “MANTRA” sendiri, “MANTRA” tanpa aspek mistik.
Ah, pokoknya saya sangat menganjurkan buku MANTRA ini dibaca oleh orang yang ingin menjadi penulis, psikolog, trainer dan bahkan semua profesi. Anjuran spesial untuk Anda! Iya, Anda! Ini penting, sebab MANTRA IS COMMUNICATION, AND COMMUNICATION IS WHAT HUMAN BEING NEED TO SURVIVE.
Menutup tulisan ini saya kutip kata-katanya Romy Rafael, seorang hypnotist, di kata pengantar buku MANTRA ini:
“Saya harap ini adalah buku terakhir, dan tak ada lagi buku yang membahas topik ini. Karena saya tidak ingin rahasia ini diketahui banyak orang.”
[kalau sekarang setelah membaca tulisan ini Anda sangat ingin membaca buku MANTRA, berarti MANTRA saya alias tulisan saya ini tokcer. wkwkwk]
SELAMAT BERBURU BACAAN-BACAAN BERKWALITAS!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar