NTB BANGKIT

Jumat, 07 Oktober 2011

Pria-Pria Sederhana Hasil Didikan Alam

Banyak dari kita yang tak sadar sebenarnya terlalu banyak kisah-kisah luar biasa yang berada disekitar kita sendiri. Kisah atau cerita yang kita tidak sadar sebenarnya itu bisa kita jadikan pelajaran dan hikmah. Sedikit dari kisah itu adalah apa yang saya tuliskan ini. Anggaplah kita sedang beramai-ramai menonton layar tancap gratis di aula gedung Global Corner. Selamat menikmati!
***


Sudah bertahun lamanya kini  kami berpisah. Mimpi yang mempertemukan, mimpi pula yang memisahkan kami. Tulisan ini saya tulis karena kerinduan yang memuncak pada sosok pria-pria sederhana. Pria-pria yang sempat mengisi, mewarnai, pun ‘mencemari’ lembaran-lembaran pada setiap hidup saya. Berawal dari seringnya saya berkunjung, bermain,dan  menginap di kost tempat empat pria-pria sederhana ini berada. Kost saya dekat dengan kost mereka-mereka ini.
Entahlah saya harus memanggil mereka dengan sebutan apa; sahabat, kawan, teman, genk, kerabat, suolmate atau saudara, yang jelas mereka benar-benar pria yang bisa membangun kepribadian saya menjadi lebih positif. Mengubah mindset saya apa itu pertemanan, bagaimana memandang hidup, dan frasa yang terdengar norak, “bahagia bersama, sedih pun bersama”.
Pria-pria sederhana hasil didikan alam.
“Hei, pria-pria sederhana, bagaimana kabar kalian? Kalian ini saking sederhananya akun facebook pun sampe sekarang kalian tak punya”. :D
***
Baiklah pembaca yang budiman, perkenalkan pria-pria sederhana yang bagi saya mereka pria-pria yang luar biasa. Semoga bisa diambil hikmahnya. Adalah Haerudin, Samsul Hadi, Abdul Wahid, dan Ramli Ahmad.

Haerudin
Alias Eru, pria yang bila anda melihatnya sedang berada dirumah, anda pasti menyangka ia bukanlah orang yang begitu tertarik dengan ‘pendidikan’. Tampilannya seperti amaq-amaq (orang tua ndeso) dipedesaan. Pria ini amat bangga memakai lempot (selendang, b. sasak), yang sering ia gunakan sebagai pengganti sarung. Inilah yang sering ia gunakan pula dikost.
Awal bertemu pria ini, sempat dalam benak saya menggambarkan ia pemuda yang bengal, maksud saya ia bukanlah orang baik menurut standar nasional. Dengan kulit yang sao sematang-matangnya, maksud saya kulitnya berwarna coklat kehitaman. Tubuhnya yang atletis, membuat saya sedikit ragu, takut untuk berkenalan.
Tapi siapa sangka ia adalah seorang mahasiswa IKIP, jurusan Pendidikan Matematika pula. Pria yang saya tahu jarang mengeluh. Pria yang suka berbagi kepada sesama makhluk ciptaan Alloh, meskipun ia sendiri dari kalangan keluarga miskin. Tubuh yang atletis dan warna kulitnya yang sao sematang-matangnya itulah pertanda kemiskinannya. Semua itu karena setiap pulang ke kampong halamannya, Penujak Loteng, ia harus ikut merampek/begabah disawah, dan juga harus memikul berkarung-karung tanah liat untuk mendapatkan upah dari itu semua. Pria yang bila tak ada sayur di kost, cukup ia dedakan sebungkus krupuk sebagai teman nasi putihnya.
Bagaimana kisah cintanya?
Kisah cinta pria sederhana ini lumayan berkuncup. Beberapa wanita pernah hatinya ia dapatkan. Satu yang saya kenal, seorang gadis yang bekerja sebagai karyawan penjahit. Gadis ini seringkali menyelamatkan si Haerudin supaya asap tetap mengepul di dapur yang juga merangkap sebagai kamar kost itu. Ada juga seorang gadis lagi, satu kampung dengannya, yang kini berprofesi sebagai pahlawan. Sebagai pahlawan? Iya, pahlawan devisa, alias TKW di Saudi Arabia.
Bagaimana hubungannya dengan tuhan?
Biarpun kami, maksudnya saya dan mereka bukan penganut islam yang kaffah, tapi pria satu ini termasuk orang yang solat subuhnya tepat waktu dan berdzikir pula selesai sholat. Pun bila anda berdiskusi tentang agama dengan pria ini, insyaalloh nyambung standar lokal. Saat berdiskusi dengan pria bertelanjang dada ini, hanya dengan melilitkan lempot sasak usang di pinggulnya. Saya serasa berhadapan dengan tetua adat tempo doeloe, dengan  khusyuk mendengar pepatah-petitihnya.
Bagaimana dengan akademisnya?
Pria ini termasuk sukses dalam akedemisnya, terbukti dari beberapa teman yang sering bertanya hal-hal seputar mata kuliah padanya. IPK-nya pun selalu 3 keatas.
Bagaimana keadaannya hari ini?
Terakhir saya sms-an dengan pria ini ia sudah dalam proses penggarapan proyek skripsinya. Semoga Alloh mempermudah jalannya.
***
Samsul Hadi S. Pd
Alias Agok, alias Zul, alias klotok burek alias Zul Zennegar, ternyata kedepannya dengan pria satu inilah saya paling dekat. Pria yang diibaratkan seperti garam. Kalau tak ada garam maka hambar rasanya makanan. Bila tak sesuai takaran, bersiap-siaplah anda keasinan.
Inilah gambaran pria yang benar-benar ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Pria asli Kalijaga, Lotim ini ingin menunjukan pada orang tuanya maupun kaum kerabatnya bahwa ia di rantau belajar dengan sungguh-sungguh. Terbukti dari IPK-nya yang tinggi-tinggi dan selalu membuat saya iri. Beasiswa dari kampusnya pun telah beberapa kali ia sabet.
Unik, pria ini bagi kami adalah yang paling menjengkelkan, tapi sekaligus menyenangkan. Menyenangkannya ia selalu siap sedia jika diminta sesuatu, misalnya diminta bantuan. Menjengkelkannya, kesensitivan hatinya salah tempat. Begini, ia sering meminjamkan uangnya ataupun barang-barangnya kepada orang yang baru saja ia kenal, bahkan baru kenal dalam sepersekian detik. Pinjaman itu riwayatnya pun akhirnya berubah status, dari ‘pinjaman’ naik menjadi ‘pinjaman jadi sekali’. Entahlah sudah berapa ratus ribu uangnya berstatus ‘pinjaman jadi sekali’. Hah , apalagi yang meminjam itu seorang gadis, ia katanya malu untuk menagihnya. Saya katakan padanya “Bagooos”, tak lupa juga dengan jengkel saya menggetok lututnya, menyuruh agar menagih hutang orang-orang yang berhutang padanya. Pembaca, bagaimana saya dan teman-teman yang lain tidak jengkel, di satu sisi ia meminjamkan uang, barang, atau apalah pada orang lain bak hero, namun pada saat yang bersamaan pria penyuka poteng ini dengan mimik ibanya malah meminjam uang kepada kami. “Makan tu sifat sok pahlawanmu!” sindir saya tentunya sembari ngakak. Begitu yang sering kami katakan kalau ia sudah tak punya ongkos bemo pulang ke kampong halamannya.

Bagaimana kisah cintanya?
Saya masih ingat, kalau berangkat kuliah dulu seringkali ia harus melawan rasa malunya kalau-kalau ada nanti dijalan bertemu dengan teman wanitanya. Kenapa? Tiada lain ini perkara kendaraan modern. Gengsikah? bukan, ia tidak enak atau apalah istilahnya kalau teman-teman wanitanya itu menyapanya diatas motor. Saya Tanya: “kenapa mang?” jawab si klotok ini “malu gimanaaaaaaaa gitu”. Tembok-tembok kost pun tertawa. Makanya saran saya kepada wanita-wanita yang berkendaraan motor apalagi mobil, pikir-pikir dululah kalau anda mau menyapa teman pria anda yang berjalan kaki. Siapa tahu ia juga malu gimanaaaaaa gitu.
Pria ini termasuk yang kurang beruntung dalam hal percintaan.  Ketakutan dan keminderan adalah biang keladinya. Saat ia sadar  barulah ia membuang rasa ketakutan itu. Masih bulan-bulan terakhir dulu dengan pria ini yang saya tahu ia sudah beberapa kali mengajak anak gadis orang keluar menikmati semilirnya tempias angin pantai.
Bagaimana hubungannya dengan tuhan?
Meskipun kami, saya dan mereka bukanlah sosok-sosok pemuda muslim yang menjalankan syari’at islam secara kaffah, mahasiswa IKIP jurusan bahasa Inggris ini termasuk pria yang taat melaksanakan wejangan-wejangan orang tua, maupun tausiyah-tausiyah dari tuan gurunya di kampung halaman. Bila kami saling mengajak dalam kebaikan, ia termasuk pria yang segera ambil bagian. Contohnya, saat mulai datang jiwa soleh kami untuk berjama’ah solat di masjid, pria penggemar Ariel Peterpan inipun tak lupa pula melaksanakan solat-solat sunnah. Selesai sholat ia pun sempatkan membaca sebuah kitab kecil, seperti ayat-ayat dzikir. Herannya, saat saya ingin melihat itu kitab, selalu ia cegah saya. Pikir saya, jangan-jangan itu kitab berisi bacaan-bacaan supaya cepat kaya. Ahahaa.


Bagaimana keadaannya kini?
Pria ini baru saja memperoleh gelar S. Pd-nya 3 bulan yang lalu. Setelah memasukan lamaran ke beberapa sekolah, akhirnya ia diterima sebagai guru bahasa inggris di sebuah sekolah swasta di Lotim. Sempat pernah saya iseng mengirimkan pesan pendek ke HP bututnya dari HP yang butut juga. kira-kira seperti ini isinya:
Saya: gok kapan kita akan menjadi orang kaya?
Dia: santai, kita tetap melakukan apa yang baik-baiklah. Kamu dek kaya aja kamu pikirin.
Saya: kapan sepatu saya mo diganti maeh,,,?
Dia: hehehehe (cengengesan yang ga’ enak)

Abdul Wahid
Pria dengan style-nya yang khas. Selalu memakai topi. Umurnya jauh beda dengan kami; Ramli, Eru (lumayan tua), Agok, apalagi saya yang paling imut :p. Pertama kali bertemu pria ini, saya kira ia bukanlah seorang mahasiswa. Pikir saya ia termasuk kelompok-kelompok pemuda pribumi. Maksud saya ia orang asli Dasan Agung, Mataram, yang seperti pemuda-pemuda pengangguran lainnya disini, kehidupan mereka penuh misteri, lelah melamar kerja. Ternyata tak disangka ia adalah mahasiswa IKIP jurusan Biologi saudara-saudari.
Antara saya dan pria satu ini ada branding tersendiri, bila kami bertemu ia sering mengatakan:
“Dek, impan juluq maeh! Dek beliin kita makanan!”. Akhirnya saya pun ikut-ikutan mengatakan serupa itu: Hit impan juluq maeh!
Kisah bagaimana ia bisa kuliah luar biasa mengharukan. Dimana disaat pria ini berniat untuk kuliah, banyak orang mencibir dan menyindirnya. Bahkan dari keluarga dekatnya sendiri. Kira-kira cibiran mereka berkata seperti ini: “biarkan dia kuliah, orang dia banyak duit”. Iya pembaca ini adalah cibiran. Cibiran, sindiran yang menyakitkan hati pria satu ini. Dimana maksud dari cibiran itu sebenarnya adalah ini: “udah miskin, ko’ tega-teganya mau kuliah”. Katanya ibunya pernah menitikan air mata gara-gara cibiran orang-orang itu.
Namun pria satu ini dari semenjak tamat SMA punya keinginan kuat untuk bisa melanjutkan pendidikan. Namun saat itu ia tak punya biaya, akhirnya ia merantau ke Jogja, sambilan kursus computer. Itu pun dibiayai oleh kepala sekolahnya dulu.
Setelah pulang dari Jogja keinginan utnuk kuliah itu makin menjadi-jadi. Dengan bismillah (sekarang serba bismillah, tunggu judul buku terbaru saya berjudul: The Miracle of Bismillah. hehe) ia memutuskan untuk kuliah. Tapi dengan apa ia membayar uang pendaftaran dan masuk kuliah? Pembaca, pria satu ini harus rela memakai uang panjar (uang yang dikumpulkan pemuda2 dikampungnya untuk persiapan menikah nantinya) sebesar 2 juta rupiah. Dan ia pun harus menanggung resiko, tidak dapat bagian kelak untuk persiapan menikah ia sendiri. Dimana ada kemauan, disitu ada jalan atau dalam bahasa kampung saya, where there’s will, there’s way.
Bagaimana Akademisnya?
Untuk pria yang satu ini saya tidak terlalu tahu. Yang saya tahu IPK-nya diatas 3. Yang saya tahu juga ia pria yang santai dalam menjalani kuliah.
Bagaimana kisah cintanya?
Melihat kisah cinta pria asli Penujak Loteng yang satu ini, seperti menyimak sinetron saja. Dramatis, si wanitanya berkehendak, namun dipihak lain orang tua si gadis tidak menyetujui. Pikir mereka, tampang-tampang mahasiswa seperti ini, masa depannya tidak jelas. Namun diakhir episode nanti pembaca akan menemukan happy ending-nya.
Bagaimana Hubungannya Dengan Tuhan?
    Saya katakan fifty-fiftylah. Entahlah malaikat akan memasukannya ke mana kelak. Yang perlu diketahui pengorbanannya untuk kuliah ini, ia dedikasikan untuk satu-satunya orang tuanya yang masih hidup, yakni seorang ibu.

Bagaimana Keadaannya Kini?
    Dulu setelah hubungannya dengan wanita yang dicintainya itu putus di tengah takdir. Ia focus menggarap skripsinya dan nyambi mengajar di sebuah sekolah swasta setingkat SMP. Ikhlas tidak ikhlas ia harus menghutangkan fisiknya, bolak-balik Mataram-Lombok Tengah, Lombok Tengah-Mataram, berkendaraan bemo. Syukur saja jadwal ngajar nyambi-nya tidak tiap hari.
Alhamdulillah, segala pujji bagi Alloh, pembaca tahu apa yang sekarang Alloh berikan untuk pria yang saya kira awalnya adalah pengangguran ini, juga tidak mendapatkan ‘lampu hijau’ dari calon istrinya dulu ini. Pembaca, siapa sangka ia kini telah menjadi wakasek kesiswaan di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan swasta di Praya Loteng. SsssssssssssssssssssSsst,,,sebelum wisuda, Alloh menganugerahi pria ini istri anak seorang kepala Sekolah Dasar lho. Kata pria ini yang dulu sering menelpon saya:
“Dek, istri saya ni lebih cantik dari si yang dulu tu”
Tambahnya lagi:
“Dek, maiq merariq no. Dek enak menikah tu” sembari ia tertawa.



Ramli Ahmad
Seandainya ada diantara pembaca perempuan yang saat ini sedang mencari pendamping hidup, saya tidak akan ragu lagi menawarkan pria yang satu ini kepada anda. Andaikan saya juga mempunyai adik perempuan tentu dengan tak ragu pula akan saya nikahkan ia dengan pria satu ini. Apa istimewa pria yang satu ini?
saya dan pria yang satu ini sudah berteman sejak 6 tahun yang lalu. Kami sama-sama pernah mengenyam penidikan di STMN 3 Mataram atau SMKN 3 Mataram. Pria yang tak banyak bicara, namun cekatan dan gesit dalam bekerja. Pria ini pula yang secara tidak langsung memperkenalkan saya banyak tentang agama. Bagaimana mempraktikan agama sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah. Walau lagi-lagi kami bukanlah pria-pria muslim yang kaffah dalam menjalankan perintah Alloh dan Rasulnya. Namun setidaknya saya tahu tentang agama saya yang hanif ini.
Bagaimana Sisi Akademisnya?
Pria yang satu ini termasuk tipe pria yang tidak terlalu ambil pusing dalam masalah belajar, mungkin sama saja seperti sayaa. Tapi sedihnya, ia selalu mendapatkan rangking 10 besar dikelas. Sedang saya, ah tak usahlah dibahas pembaca. Pada saat akhir ujian kami di sekolah, menyedihkannya ia mendapat rangking 3, rangking saya malah tambah amburadul. Sepertinya ia menyembunyikan suatu rahasia besar dalam tekhnik belajar?
***
Jalan hidup pria yang satu ini mungkin tepat sekali mengenyam pendidikan di STM ia termasuk siswa-siswa yang berbakat dalam mereparasi perangkat elektronika. Kami dulu sama-sama satu jurusan di STM, satu kelas juga. Jurusan elektronika, program kelas AV A, kelas Audio Video A. Sedikit mengenai kelas AV A, disini merupakan kelas terkeren, terunik, dan teraneh di angkatan kami (serius ane ini). Saya juga sering di bantu pria yang satu ini dalam mengerjakan tugas-tugas, entah itu yang produktif/praktek maupun yang bersifat teoritik. Asli mumet saya punya otak. Dikit-dikit ngitung, dikit-dikit ngitung. Dan sekarang nilai-nilai warna dari gelang resistor pun sudah saya lupa. Hanya nilai dari gelang resistor berwarna coklat saja yang masih saya ingat, yakni pecahan 3 desimal. Itu pun kalau benar. Hmmm, lalu Bagaimana dengan Ramli Ahmad kini? Simak di bagian Ramli Ahmad dan karirnya sekarang!
Bagaimana Kisah Cintanya?
Mungkin bisa dibilang ia penganut “Indahnya Menikah Setelah Pacaran” (ini judul buku ya?). Satu-satunya orang yang berani usil sama pria yang satu ini adalah saya saja. Karena teman-teman saya yang lain; Eru, Wahid, Agok bisa dibilang segan kepada si Ramli Ahmad ini. Usil ‘menyindir-nyindir’. Sering juga saya usil dengan bertanya: “Ram kapan nikah?”. Responnya hanya “tersenyum”.
Pria Baik Hati dan Kedermawanannya
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada orang-orang dermawan diseluruh dunia ini. Pria satu ini mau tidak mau harus dimasukkan dalam buku daftar orang-orang dermawan. Apakah saya berlebihan? Entahlah, yang jelas anak bungsu dari 5 bersaudara ini (kalo tidak salah ia bersaudara 5 orang) ialah yang banyak membiayai kehidupan Ibu dan ke empat kakaknya. Bahkan kakaknya yang sudah berkeluarga pun  ia belikan motor, apakah saya berlebihan?
Dan ibarat yang lainnya “orang kaya akan malu jika berada bersamanya”. Iya, pria ini bukanlah orang kaya, ia sama saja dengan Eru, Wahid, dan Agok, sama-sama dari kalangan miskin. Namun ia selalu ambil bagian paling duluan dalam berderma. Tentu saya tahu, karena saya bisa dikatakan dekat dengannya, dekat dengan kakaknya juga yang dulu kuliah di fakultas pertanian Unram. Pernah ia bercerita bagaimana ia dan kakak-kakaknya harus mencari uang kesana-kemari supaya ia dan kakaknya, masing-masing bisa sekolah dan kuliah.

Ramli Ahmad dan Karirnya Sekarang
Diantara kami berlima, pria yang satu inilah yang bukan seorang mahasiswa alias tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Setamat dari STM ia melamar kerja di sebuah perusahaan penjualan, servis, maintenance, mesin photocopy di Mataram. Lowongan kerja yang diberitahu oleh kakaknya sendiri, yang kakaknya ini diberitahu oleh Lombok Post, maksud saya, membaca info di harian Lombok Post. Mencoba melamar kerja akhirnya diterima sebagai tekhnisi kontrak, lalu menjadi tekhnisi tetap sampai sekarang. Bahkan pernah juga ia ditawarkan menjadi manager cabang perusahaan photocopy lain, namun ia tolak. Katanya si pendiam ini, ia tidak enak hati dengan perusahaan tempatnya sekarang.
Siapa yang menduga, sekarang pria ini sudah punya tempat photocopy dan ATK sendiri di jalan raya Adi Sucipto. Ada dua mesin photocopy yang ia punya. Harga satu mesin yang baru saja sampai hingga 75 juta. Hikz, saya yang sering menjadi pembicara dalam seminar-seminar supaya para pemuda menjadi pengusaha (serius kalo ini saya bo’ong. hehe), malah didahului oleh pria asli Wanasaba Lotim ini. Bayangkan ia baru berumur 22 tahun, mulai dari nol, tanpa KKN, tanpa ‘orang dalam’, orang luar-samping-kanan-atas-bawah, ia sudah punya usaha sendiri. Man Jadda Wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil.
***
Lalu timbul pertanyaan, bagaimana dengan penulis kisah ini sendiri? Ah, biarkan pria-pria sederhana itu kelak yang mengisahkannya. Yang jelas ini persamaan dan perbedaan kami:
Sama-sama suka menyendiri di kost, jarang keluar (ga’ ada modal)
Sama-sama orang yang tak punya uang banyak alias . . .
Sama-sama pintar membuat pelalah/sambal
Bedanya saya orang Dayan Gunung (KLU), mereka Lauq Gunung (Loteng, Lotim). Hikz, ini yang membuat bahasa saya sering di olok-olok. Hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar