NTB BANGKIT

Rabu, 23 November 2011

"Ketemu Bunda HTR"

Hi, kembali dengan catatan perjalanan bertemu dengan tokoh. Beberapa bulan kemarin saya telah bertemu dengan salah satu penulis skenario terbaik nasional, bapak Musfar Yasin. Nah untuk cerita kali ini, kembali kami (FLPers Mataram) bertatap muka, sharing ilmu, dan diberi suntikan motivasi oleh dan dengan salah satu sastrawati terbaik Indonesia, yakni beliau sering kita kenal dengan panggilan Bunda HTR (Helvy Tiana Rosa). Oke, saya ceritakan dulu deh sekilas profilnya HTR.
 Helvy Tiana Rosa adalah seorang Penulis, Novelis, dan seorang sastrawati nasianal Indonesia. Kiprahnya sudah diakui sampai mancanegara, dalam hal ini beliau pernah di tunjuk sebagai pembicara pada sebuah seminar sastra di Amerika, Mesir, Hongkong sana dan many more-lah. Beliau adalah pendiri Forum Lingkar Pena (FLP), sebuah forum kesusasteraan yang sudah mendunia. Nah kebutalan pada saat ini saya juga gabung dengan forum ini. Beliau seorang sarjana sastra UI. Sayang karya beliau yang saya punya hanya “Menulis Bisa Bikin Kaya,” buku mini, ini pun pemberian dari ketua FLP. Sekarang beliau sedang dalam proses disertasi program doctoral. Buku karya beliau sudah banyak. Oiya, beliau ini seniornya kang Abik lho, atau Habiburrahman El-Shirazy itu lho penulis novel Ayat-Ayat Cinta. Pasti tahu kan? :)
Oke deh, begini ceritanya, Rabu 16 november kemarin di Lombok Plaza Hotel Mataram sedang berlangsung seminar sastra, dimana salah seorang panelisnya adalah Bunda Helvy Tiana Rossa. Acara ini kebutalan gawenya teman-teman dari Jurusan Bahasa Indonesia FKIP UNRAM dengan Dekanat.
Dan pada hari itu, ketua FLPers Mataram, berencana “menculik” Bunda HTR untuk temu muka dengan anggota FLP Mataram. Kan sayang, para anggota FLP tidak pernah tahu atau tatap muka langsung dengan pendiri forum mereka. Hikz, hikz. Namun sebenarnya ini diluar jadwal beliau. Untuk itulah kami berencana menculik beliau. Ketua FLP Mataram, pak Alimin S. Pd pun langsung menghubungi bunda HTR, dan Bunda HTR setuju untuk bertemu. Dan beliau bisa ketemu jam 4 sore dan harus di pantai yang langsung bisa lihat sunset-nya. Hmmm,,,
***
Aslm. Mhn kesiapannya semua untk pertmuan dg Mbk Helvy TR. Kita jempt beliau di hotel Lmbok Plaza jam 16.00, beliau mau ktemux di pantai. Ada refrensi pantai yg bisa lhat sunset dkat Mtr?. Beliau minta.

Demikian kira-kira bunyi sms dari ketua FLP Mataram. Dan pada saat itu saya masih di sekolah, sedang praktek mengajar.
Pukul 02.00
Saya pulang ngajar. Namun disini ada sedikit kejadian yang memalukan dan membuat saya marah tertahan. Ternyata ban motor saya pecah. Saya marah, karena seorang teman ngajar yang sebelumnya minjem motor saya ceroboh, dia tidak memperhatikan atau pura-pura tidak memperhatikan ban motor saya itu pecah. Wallohua’lam. Terpaksa saya dorong sampai sejauh 1km, kurang lebih. Bisa, dibayangkan kesalnya hati saya, udah belum sarapan, mandi keringat, hujan gerimis, menggeret-geret motor di tengah-tengah siswa-siswa itu. Tapi mau gimana lagi.
Oke fine, singkat cerita, ban dalam motor saya itu ternyata pecah 6 lubang. Bukan main.
(sudahlah sampai disini saja cerita mengenai hari saya,kita lanjut cerita HTR-nya).
Tiba-tiba jadwal ketemu HTR di pindah tempatnya, yakni di lesehan Green Asri, sayang-sayang. Namun, sampai pukul 4 lebih hujan mengguyur deras Mataram. Saya pun tertahan di Cakra, tidak bisa pergi. Pukul lima hujan mereda di ganti dengan gerimis. Saya sudah ragu untuk pergi dan saya pun akhirnya memutuskan untuk tidak pergi. Toh kalau pun pergi, malu, sudah telat berapa jam. Sekitar pukul 05.30 sepertinya lebih, saya di telpon nomor pak ketua.
Lagi dimana?”
“Masih di Cakra pak”
“Cepat datang”
“Telat sekali kalo saya datang sekarang”
“Pokoknya datang segera. Makanan masih banyak, tidak ada teman ngabisin. Pokoknya datang saya ga’ mo tau”
Ya, iya dah saya datang
Dan tanpa mandi, dengan bau keringat yang masih menempel di badan, dengan rawut muka yang awut-awutan, dan dengan keletihan yang sangat, saya pun akhirnya sampai di Green Asri. Dan pada kali pertama itulah saya bertemu, bertatap muka langsung dengan penulis “Ketika Mas Gagah Pergi” itu. Ternyata beliau tidak sendiri, beliau di temani anaknya yang baru SMP, si ganteng Faiz. Kawanz tahu tidak, si Faiz ini sudah punya karya dan prestasi yang luar biasa. Bejibun sudah penghargaan yang dia dapat. Sudah mulai membacakan puisinya pada umur 5 tahun. Silahkan browsing sendiri mengenai Faiz!. Lalu, saya pun segera di suruh menyantap makanan yang tersedia dan sangat menggiurkan bagi saya sebagai anak kost. Hahahaa… (keadaan-keadaan macam inilah yang anak-anak kost tunggu. Undangan gratis) :D. sayang karena waktu mepet, makanan pun sedikit saya santap.
Sebelum beranjak pulang ke rumah bang Cipte (nanti rencananya kami akan di beri kuliah sama bunda HTR disana) kami tak lupa foto-fotoan. Dan saya pastikan gambar saya lah yang paling tidak mengenakan bila photo itu sudah turun cetak.
***
Kuliah gratis Bunda HTR yang dihadiri 10 orang itu.
Singkat saja inilah beberapa point yang masih saya ingat dan yang bisa saya sharing dengan kawanz semua:
-          Sastra itu dibagi tiga: pop pouler, serius, dan avant garde. Pop contohnya, novel chiklit, teenlit yang bisa dipahami oleh orang umum. Serius, bisa dipahami oleh para cendikiawan. Sedangkan avant garde hanya bisa dipahami oleh orang yang “dekat dengan tuhan.”
-          Ada beberapa teori sastra dari para pakar yang beliau sharing, but sorry! I forgot it. hehe
-             FLP itu paguyuban yang unik. Siklusnya unik. Dari mengajak orang membaca, hingga sampai memotivasi orang yang membaca karya-kara anggota FLP untuk menjadi penulis. Dulu, awalnya FLP memang terkesan anggotanya dari kelompok “tertentu,” dengan khas jilbab lebar dan macam ustadz. Tapi sekarang kita terbuka, di beberapa cabang malah ada anggotanya yang Kristen dan Hindu. Mulai dari pembantu, sampai akademisi, tukang becak, orang awut-awutan (saat mengucapkan orang awut-awutan beliau melirik kearah saya) kita terima. Paguyuban yang lain tidak  bisa seperti ini.
-           Menulislah! Beliau mengutip kata-kata dari Al Ghazali, “Jikalau anda bukan anak seorang raja, dan bukan anak dari seorang kyiai, maka menulislah.” Mungkin maksudnya, dengan cara menulislah kemuliaan seperti anak-anak raja, pejabat, orang kaya, kyiai, tuan guru, atau famous person itu bisa kita raih. Amazing! Dari Hasan Al Banna, “pemuda islam harus seimbang antara menulis dengan membacanya.” Hanya gila membaca saja, itu mah ga’ keren, kata beliau.
-          Membaca membuat kita tahu mana karya sastra bernilai dan mana yang tidak, karena referensi bacaan kita semakin banyak.
-          Motivasilah diri sendiri walau tak ada guru yang mengajar menulis.
-          Baca karya-karya penulis-penulis terkenal. Misalnya tahun ini, buku ini, atau novel ini yang sedang booming/bestseller, cari lalu baca. Pokoknya baca buku. Misalnya saja “Ketika Mas Gagah Pergi” hehe, beliau berceletuk.
-          Lalu apa nilainya tulisan kita kalau ia tidak terselip pesan-pesan, petuah, dan ilmu. Untuk remaja yang lagi nulis ne, tulisan-tulisan teenlit-nya cobalah diselipkan pesan-pesan moral dalam tulisannya. Tidak mulu tentang cinta yang  belum jelas.
-          Menulis adalah rekam jejak kita. Karenanya perlu berhati-hati. Anda mati, tapi jiwa anda masih hidup di tulisan anda. Bila tulisan anda baik, maka itu baik bagi dunia dan akhirat. Bayangkan saja, kalau tulisan anda buruk, dibaca oleh orang lain dan di baca delapan keturunan anda. Seperti roman-roman picisan nan vulgar. Baiknya pikirkan dulu!
-          Beliau juga membandingkan antara Habiburrahman El-Shirazy dengan Andrea Hirata. Beliau cenderung lebih “menyukai” Kang Abik, dalam segi keperibadiannya. Dan baru saya tahu, tarif untuk  mengundang Andrea Hirata sebagai pembicara setara harga 1 rumah, kira-kira 40 sampai 50 juta rupiah. hehhh
-          1 buku bagus sebelum anda meninggal,” kata inilah yang paling melecut semangat saya untuk belajar menulis sebuah buku. Subhanallah, ini luar biasa.
-          Membacalah; baca diri anda sendiri, baca lingkungan anda, baca keluarga anda, dan pastinya bacalah buku sebanyak-banyaknya! Itu akan membuat kita peka untuk menulis.
-          Dan terakhir yang bisa saya terka-terka dari diri beliau, tidak salah lagi beliau tentulah orang yang sangat suka pada tingkatan jatuh cinta pada membaca. Beliau terus menyuruh kami membaca dan membaca.
To Deki: Menulis adalah berjuang!. Kata ini juga tertoreh pada kertas yang bertanda tangan beliau untuk saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar