Sudah
hampir dua bulan menunggu konfirmasi dari sebuah penerbit di Yogjakarta, Selama
itu juga saya lumayan deg-degan menanti. Ah, bukan lumayan, tapi sungguh
benar-benar sangat penasaran sekali. Karena, ini untuk pertama kalinya saya
mengirim naskah langsung secara solo ke penerbit. Apalagi ini penerbit major. Dengan
dua buku antologi fiksi yang sudah terbit secara indie melalui syaembara,
dengan itu saya belumlah puas. Kemarin, ketika mencoba mengecek Email, nah ada
Email dari pak Didik! Konfirmasi itu tertanggal 1 September 2012, kini jelas
sudah nasib naskah saya.
Kali
pertama menyelesaikan naskah solo non-fiksi pertama saya ini, saya begitu
bangga dan tentu saja terharu. Bangga karena ada rasa tidak percaya bisa
menyelesaikan sebuah naskah non-fiksi dan terharu karena…ah saya sungguh tidak
tahu terharunya saya karena apa? Apa yang dikatakan orang-orang di luar sana,
“Dimana ada kemauan di situ ada jalan,” saya betul-betul membuktikannya pada
diri saya sendiri. hanya dalam waktu sebulan tiga hari naskah itu rampung saya
tulis. Padahal ada beberapa tema naskah yang lebih awal saya tulis, namun
sampai sekarang hasilnya nihil, saya tak kunjung ada “mood” untuk menyelesaikannya. Jawaban yang saya temukan, kenapa
judul yang lebih awal saya tulis itu tak rampung-rampung? Iya, karena saya
belum betul-betul telah siap dan “mau” menulisnya.
Ada
semacam pertanyaan? Ko’ beraninya langsung ke penerbit major, kenapa tidak
diterbitkan secara Indie saja dulu seperti teman-teman yang lain? Yang kini
sudah wara-wiri dengan karya mereka masing-masing.
Pertama,
dari awal niat saya sudah mengharuskan naskah ini harus diterbitkan oleh
penerbit major. Kedua, adanya niat kebutuhan dari segi materi. Ketiga, saya
ingin merasakan kata orang-orang apa itu “proses.” Keempat, saya heran kepada
teman-teman yang naskahnya diterbitkan secara Indie, padahal kalau mau
dicermati naskah mereka tidak kalah ko’ sama naskah yang diterbitkan secara
major. Ini betul-betul saya cermati lho! Malah naskah yang diterbitkan secara
major, banyak yang “asal-asalan,” banyak juga yang tidak memberikan manfaat. Kelima
atau yang terakhir, melihat dari alasan dari nomor satu sampai tiga,
kesimpulannya alasan yang terakhir adalah saya ini keras kepala (bukannya
kepala emang keras…?).
Penulis
amatiran seperti saya wajar antusias dan berbangga—pede
juga—karena
saya telah konsisten menyelesaikan naskah yang berjumlah 80-an halaman
tersebut. Karena non-fiksi, tentu saja
saya butuh sedikit riset. Rajin minjem buku di Perpustakaan Kota, ke Toko Buku
(nyuri-nyuri baca dikit), browsing internet. dan disinilah saya
merasa menjadi seorang peneliti, tepatnya sok peneliti. Dan tentu saja lelah
mikir! Padahal saya sangat sadar (teman juga sih bilang) saya orangnya tidak
begitu rajin—bahasa halus pemalas. Pun, jangankan
untuk konsisten menulis, judul skripsi saya sampai sekarang saja masih iya
judulnya tok, sama sekali sedikitpun belum diapa-apakan. Tahukah…ini mimpi saya
semenjak saya jatuh cinta dengan dunia tulis-menulis ingin punya buku solo
sendiri sebelum selesai kuliah. Sungguh, saya seribu kali lebih bangga mempunyai buku populer dari pada merampungkan skripsi (yang
entah kapan masanya akan dimakan rayap di rak almameter dan rak saya sendiri) saya.
Karena
naskah yang pertama, dan fantasi seorang penulis amatiran laiknya saya ini,
naskah ini saya buat serapih mungkin. Berulang-ulang saya cek, lagi dan lagi
saya baca ulang. Sebelumnya juga, saya
sudah riset penerbit mana yang kira-kira cocok dengan naskah saya. Pilihan saya
yang pertama jatuh ke penerbit Media Pressindo Yogjakarta. Apa syarat-syaratnya
penerbit, sudah saya penuhi dalam naskah tersebut. Lucu, padahal belum tentu
diterima oleh penerbit, saya malah sudah menulis kata pengantarnya. Duhai,
indahnya bermimpi. Di kata pengantar saya tulis nama-nama orang yang pernah
meyakinkan saya untuk berani menulis. Orang yang pernah memberi ilmu tentang
menulis (orang-orang yang meremehkan mimpi kita jadi penulis perlu juga ga’ ya
dituliskan). Dan khususnya untuk ibu saya, Hj. Zulpah, seorang ibu yang sampai
sekarang masih terbata membaca dan menulis (saya tersenyum kalau mengingat
beliau salah dan salah lagi ketika menulis hanya kata “tanggal.” Waktu itu saya
sengaja membiarkannya. Hehe. That was fun
and heartwarming!)
Konfirmasi Dari Pak Didik
Penulis
terkenal itu besar melalui proses. Tulisan mereka tak langsung diterbitkan
begitu saja. Mereka harus puluhan bahkan ada yang sampai hampir seratus kali
naskahnya ditolak. Lalu bagaimana dengan kemungkinan yang terjadi pada penulis
yang masih berbau tunas kencur seperti saya ini? Tentu saja saya sudah siap
untuk kemungkinan paling besar bahwa naskah saya akan ditolak. Tapi sungguh,
saya tentu saja lebih bersiap—maksudnya sungguh
ingin—untuk
menerima naskah saya akan diterbitkan, karena ini akan menjadi sebuah lompatan
bagi saya. Seandainya naskah ini diterbitkan, saya sudah merencanakan akan saya
gunakan untuk apa nantinya buku tersebut. Pokoknya akan berguna sekali! Dan…selanjutnya
apa kata pak Didik?
Pernahkah
kalian mencintai seseorang, lalu dalam diam Anda dan si dia saling balas senyum
dalam waktu yang cukup lama, namun entah bagaimana ceritanya ternyata ia
sebenarnya tidak mencintai Anda. Saat Anda tahu bahwa dia tidak mencintai Anda,
kaki Anda terasa lemas, lutut Anda terasa goyah, dan tubuh Anda rasanya mau
roboh, namun sebelum benar-benar roboh, ada sebuah benda menimpuk Anda dari
atas yang membuat Anda jadinya benar-benar roboh. Benda itu ternyata sebongkah
batu. Yang menjengkelkannya pada batu tersebut terukir kata “AKU TIDAK
MENCINTAIMU, KAU TERLALU BERHARAP LEBIH.” Iya! Itulah yang saya rasakan! Dasar
batu tidak tahu psikologi cinta, tahunya cuma memamerkan hukum gravitasi si
Newton itu saja!
Lihatlah:
NASKAH SAYA BELUM BISA DITERIMA!
Pak
Didik dalam konfirmasinya via Email:
“…Selamat
siang sebelumnya mohon maaf karena baru memberikan konfirmasi..mengenai
naskahnya yang berjudul "????????" belum bisa kami terbitkan karena
belum sesuai dengan harapan penerbit dan belum sesuai dengan pasar pembaca yang
kami tuju, Demikian semua itu merupakan pandangan subyektif dari kami. Kami
harap Anda tidak berkecil hati dan terus berkarya menghasilkan naskah-naskah
terbaik lainnya...Kami selalu membuka lebar kiriman naskah selanjutnya dari
Anda...Semoga dilain waktu kita bisa bekerja sama..Selamat Berkarya!...Salam
kreatif...”
Apa
yang salah dengan naskah saya? Saya merasa ini sangat bagus ko’? Bahkan seorang
penulis senior (bukunya cukup banyak), mantan jurnalis, asal NTB, bang Farid
Tolomundu juga bilang, naskah saya ini cukup bagus. Dia sendiri yang
menyarankan saya untuk mengirimnya ke penerbit di Jogja waktu saya membawa
naskah itu kepadanya langsung di kantornya. Bahkan waktu itu saya disuruh untuk
sering ke kantornya, komplek kantor Gubernur NTB untuk berdiskusi. Bahkan saya
sampai direkomendasikan kepada temannya untuk dijadikan reporter berita
online---tapi saya belum berani menerima. (Padahal waktu itu saya sangat tidak enak
ke Gubernuran dan bertemu beliau yang tidak mengenal saya. Kenal intens pada waktu itu saja).
Bayangan
akan memegang buku solo karya sendiri, kebanggaan akan mempunyai buku sendiri
sebelum kuliah, bayangan akan melihat buku karya sendiri dipajang di toko
buku-toko buku di tanah air, bayangan akan “melompat” lebih jauh lagi dengan
buku tersebut, akhirnya kandas. Saya belum pantas. Persaingan berkarier itu
tetap akan “ganas.” Saya harus sejenak menghela napas. Saya masih harus banyak
belajar dan belajar lagi dari nasib-nasib yang kemungkinan akan naas! Tetapi,
semangat yang seperti kemarin itu saya takutkan, adakah dia masih bersemayam
dalam diri saya? Karena saya roboh, ia juga sama, semangat itu masih roboh.
Rasa-rasanya tidak kuat untuk kembali menggoreskan pena yang kokoh!
Kata
orang bijak dan juga anak-anak muda yang juga kecipratan bijak, dalam setiap
kejadian pasti ada hikmahnya, saya sendiri tak ambil pusing dengan hikmah dari
kejadian ini. Yang saya tahu saya hanya baru gagal 1 kali…S-A-T-U K-A-L-I.
Akhirnya,
saya harus minta maaf secara tidak langsung kepada nama-nama yang telah dan
akan ada di dalam naskah tersebut! Dan secara langsung ke pada diri saya
sendiri. Maaf, aku belum berhasil…!
Selanjutnya
apa yang mau saya lakukan?
Konfirmasi
dari penerbit Semesta Hikmah, Yogjakarta? Apa kalian akan menolak juga naskah saya…? Menunggu
dan menunggu lagi. Setelah itu…entahlah!
#Untuk
Sekarang, Dengan Menyesal Saya Harus Mengatakan, Mendapat Predikat Penulis Itu Tidak Mudah!
senang baca blogmu. saya punya saran nih. saya jugakan sebagai penulis muda asal kalimantan. nah ! saran saya, jadilah seekor banteng. kanrna mengapa. banteng tidak akan pernah untuk mundur sebelum ia berhasil menyeruduk. hal ini maksudnya, supaya sobat dapat berjiwa seperti itu.
BalasHapusnaskah di tolak, kirim lagi dan ada baiknya kamu riset buku dari penerbit tersebut, atau melihat kepenulis senior.
penerbit menolak, mungkin naskahmu bukan tidak bagus, tetapi melainkan berdasarkan minat pembeli. nah saya sarankan sobat membuat novel saja, karna novel doang yang tidak ada matinya.
yah, namanya juga bisnis. kan ' penerbit mau cari yang dapat nilai jual yang tinggi, selain penulis dapat untung penerbit juga begitu.
makan, percayalah kepada dirimu sendiri bahwa kamu bisa.
saya ada usul buat sobat, nih, buat novel. yang benar - benar menggugah ediitor yaitu.
seperti novel antara drama dengan ilmiah. atau hal yang tak masuk akal. seperti malam terjadi timbulnya matahari dan siang terjadi bula.
yah namanya juga novel, kan seterah kita mau nya bagaimana cara pemikiran. asalkan novel itu sebelum dikirim buat sinopsis dulu lalu kata pengantar kemudian keunggulanya. dan kopermu,yah.
biar penerbit terkecoh ok.
jangan putus asa yah. sobat. ingat nonfiksi itu harus dalam keadaan yang benar - benar yang terjadi di dunia ini.
smentara fiksi adalah sesuakamu, seterah saja pemikiranmu asalakan alur ceritanya jangan ngelantur.
biar lebih efekstif,saat menulis. kamu harus punay idola untuk menjadi modul dalam penulisan, seperti dee lestari, andrea hirata atau yang di luar agusten borrugs, penulis running with scissor.
ok sobat, terus berusaha, yah bila naskahmu di terima di lain waktu, tolong kasih tau aku. nanti aku beli .
nih penerbit yang bisa kau incar, tetapi sebelum dikirim telepon dulu ok.
bentang pustakana.
gramedia.
gagas media.
jangan di teribitkan di hifest publishing. karna aku sudah merasain bahwa penerbit ini tidak pernah konsisten dalam janji.
yang bagus, pressindo atau gallang.
the and.
Filosofi bantengnya sangat meggugah sobat, semangat terasa terlecuti. Insyallah, psti akan mencoba lgi.
HapusTrims atas inspiring komentya, sobat. Klo ada buku aku trbit, bsok tak lempar ke Kalimantan. hehe :)
Semoga keterlambatan blasan ini tdk mmbuat kecewa, sobat! cz sibuk skripsi maren.
hampir sama kayak aku dulu ... masih deg-degan juga ini nunggu konfirmasi naskah dari penerbit
BalasHapusmas, mau tanya bisa gak ya kalau kita mau menerbitkan buku-uku tentang Usaha. kalau di terbitkan brp buat kita di bayar?
BalasHapus